Disparitas putusan, yaitu perbedaan yang signifikan dalam hukuman yang dijatuhkan oleh pengadilan dalam kasus yang serupa, telah menimbulkan kontroversi dan keraguan di kalangan masyarakat. Masalah ini mendorong perlunya refleksi mendalam tentang prinsip-prinsip keadilan dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
Disparitas putusan merupakan hasil dari berbagai faktor kompleks, termasuk kebebasan hakim dalam menentukan jenis dan besarnya hukuman yang dijatuhkan, penafsiran yang berbeda terhadap fakta dan bukti, serta kurangnya panduan yang jelas bagi para hakim dalam menentukan pidana yang tepat. Fenomena ini menciptakan ketidakpastian hukum dan merongrong kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan.
Dampak dari disparitas putusan sangat luas dan serius. Bagi para terdakwa, disparitas ini dapat menyebabkan rasa ketidakadilan dan merusak kepercayaan terhadap sistem peradilan. Bagi masyarakat umum, ketidakpastian hukum dan persepsi terhadap ketidakadilan dapat mengganggu stabilitas sosial dan mempengaruhi kepercayaan terhadap pemerintah.
Berikut merupakan solusi yang dapat ditawarkan dalam menyelesaikan permasalahan disparitas putusan dalam sistem peradilan di Indonesia:
1. Perlunya komunikasi dan kordinasi antar Majelis Hakim sebelum memberikan putusan yang dilakukan secara informal terbatas saling bertukar pikiran dan pandangan serta melihat perbandingan putusan – putusan yang sudah pernah dijatuhi oleh Majelis Hakim sebelumnya. Pada dasarnya antara hakim yang satu dengan yang lain tidak boleh saling mempengaruhi dan harus dipegang teguh oleh para hakim di seluruh Pengadilan Negeri di Indonesia, yang mana setiap perkara yang sudah diserahkan oleh Ketua kepada mereka adalah menjadi tanggung jawab mereka secara penuh dan berhak memutus sesuai kompetensi yang mereka miliki secara independent tanpa ada pengaruh dari hakim manapun.
2. Diperlukannya suatu pedoman pemidanaan yang dibuat oleh Para Hakim ditempat mereka bertugas yang dilakukan dengan cara merata – ratakan pidana maksimal dengan pidana minimal atau menjadi suatu pertimbangan pedoman pemidanaan tersebut yang dapat menghasilkan rata – rata putusan pidana. Walau putusan yang dijatuhkan berbeda – beda tetapi asas keadilan dan asas kemanusiaan tetap menjadi pertimbangan para hakim.
3. Diperlukannya juga yurisprudensi yang dapat dijadikan sebagai salah satu sumber hukum tetap dapat dimanfaatkan namun tidak terlalu menjadi patokan bagi Hakim melainkan sebagai penambah pengetahuan Hakim dalam memberikan suatu pertimbangan-pertimbangan dalam putusan.
4. Diperlukannya para hakim membaca literatur agar para hakim tidak ketinggalan dengan perkembangan yang terjadi dalam dunia pemidanaan yang dinamis. Karena seperti yang kita ketahui mengenai literatur–literatur yang ada biasanya adalah hasil karya para ahli–ahli dibidang hukum yang patut menjadi landasan ataupun sekedar masukan bagi Hakim. Melalui pembacaan literatur akan diperoleh ilmu ataupun masukan yang berkaitan dengan profesi hakim yang tentunya ilmu ataupun masukan yang berkaitan dengan profesi hakim yang tentunya akan sangat berguna bagi peningkatan kinerja hakim.
5. Diperlukannya para hakim mengetahui informasi yang disampaikan oleh media massa baik cetak maupun elektronik. Informasi yang cepat dan mudah kita peroleh saat ini adalah melalui media dan inilah apa yang menjadi isu dalam masyarakat yang berkaitan dengan dunia peradilan cepat diketahui oleh banyak orang. Apa yang diinginkan dan tidak diinginkan oleh masyarakat, permasalahan apa saja yang muncul dalam masyarakat, respon-respon masyarakat terhadap dunia peradilan hampir seluruhnya dapat diperoleh melalui media massa.
Penulis: Christine H.S. Hatirindah, S.H., M.H.