Wanprestasi dalam sebuah perjanjian merupakan pelanggaran atas kewajiban yang telah disepakati oleh para pihak. Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah wanprestasi tersebut dapat dikenakan pidana dalam hukum Indonesia. Artikel ini akan membahas konsep wanprestasi, implikasinya dalam hukum perdata Indonesia, serta apakah tindakan wanprestasi tersebut dapat memicu tindakan pidana.
Perjanjian merupakan suatu kesepakatan antara dua pihak yang memiliki kepentingan yang sama. Namun, dalam pelaksanaannya, seringkali salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sepenuhnya, yang dikenal sebagai wanprestasi. Wanprestasi terjadi ketika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan yang telah disepakati dalam perjanjian. Wanprestasi dapat berupa ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk memenuhi kewajiban tersebut.
Dalam hukum perdata Indonesia, wanprestasi diatur dalam Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pihak yang melakukan wanprestasi dapat dikenakan tuntutan ganti rugi oleh pihak lain yang dirugikan. Secara umum, wanprestasi dalam perjanjian tidak secara langsung dikenakan pidana dalam hukum Indonesia, kecuali jika perbuatan tersebut juga melanggar hukum pidana secara spesifik. Dalam kasus wanprestasi, sanksi pidana dapat dikenakan tergantung pada tingkat pelanggaran yang dilakukan. Dalam sistem hukum perdata, sanksi pidana tidak lazim diberikan untuk wanprestasi. Pada umumnya, sanksi yang diterapkan bersifat ganti rugi atau pemutusan kontrak, bukan pidana. Namun demikian, terdapat pengecualian di mana wanprestasi dapat dianggap sebagai tindak pidana, terutama jika terdapat unsur-unsur penipuan, penggelapan, atau pelanggaran hukum lainnya yang diatur dalam KUHP. Meskipun wanprestasi pada dasarnya merupakan pelanggaran perdata, namun jika wanprestasi tersebut melibatkan unsur penipuan atau tindakan kriminal lainnya, maka sanksi pidana dapat menjadi opsi yang relevan sesuai dengan hukum yang berlaku. Pihak yang merasa dirugikan oleh wanprestasi dapat mengajukan tuntutan perdata untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang diderita.
Penulis: Imola Raihan Kamesjwara, S.H.
Sumber:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.